Orang
Beriman
Mengawal
Kekuasaan Allah
Menurut Al-Qur’an, kesadaran tentang “kekuasaan” itu tidak dapat di
lepaskan dari diri manusia. Dikatakan dalam Al-Qur’an, bahwa sekalipun
kedudukan manusia itu ditegaskan sebagai “hamba” (Adz-Dzaariyaat [51]:56), namun
manusia dianugerahi pernan sebagai “khalifah” Allah SwT, yaitu sebagai wakil
atau pengemban amanah Allah SwT di
planet bumi yang satu-satunya ini (Al-Baqarah [2]: 30).
Oleh karena itutidak mengherankan kalau manusia memiliki naluri
mengejar, ingin memiliki, dan ingin menikmati “kekuasaan” di atas planet bumi
ini ketika mereka masih hidup. Sungguh pun manusia dianugerahi Allah SwT naluri
inginberkuasa di atas, namun hakikat dan operasionalisasi kekuasaan yang
dianugerahkan tersebut perlu di pahami dan di saari sepenuhnya oleh manusia.
Sebab, kalau tidak demikian, justru kekuasaan yang ingin dikejarnya,
dimilikinya, dan dinikmatinya itu akan menyerang balik kepada dirinya sendiri
yang sifatnya kontra produktif. Misalnya jatuh dari kursi kekuasaan dalam
keadaan malu atau terhina, akan menjadi cacat hidup selama-lamanya, akan
menjadi pemusnah manusia, akan membuat penderitaan tak terperikan bagi
berjuta-juta manusia yang lain, dan bahkan menjadi penyebab rusaknya linkungan
hidup dan keseimbangan di planet bumi yang sekali lagi, satu-satunya ini.
Ungkapan tersebut dapat dibuktikan kalau orang mau membuka lembaran-lembaran
catatan sejarah yang telah dipublikasikan selama ini.
Apa hakikat “kekuasaan” yang dianugerahkan Allah SwT kepada manusia
itu? Kekuasaan yang dimiliki manusia adalah kekuasaan yang diwakilkan oleh
Allah SwT yang dalam kekuasaan tersebut dipenuhi rasa tanggung jawab yang
sangat berat yang meliputi wajib memakmurkan kehidupan di planet bumi, menjaga hukum-hukum
keseimbangan alam (Ar-Rahman [55]: 7-9).
Perlu ditegaskan di sini, yang dimaksud “kekuasaan” di sini bukan
sekedar kekuasaan karena sistem aturan politik (seperti kekuasaan yang melekat
pada jabatan selaku presiden, Mahkamah Agung, Dewan Perwakila Rakyat, dan
semacamnya), organisasi ekonomi (seperti selaku komisaris, Direktur, dan
semacamnya), organisasi militer (seperti selaku panglima, komandan pleton, dan
semacamnya), organisasi sosial pada umumnya (seperti ketua, sekretaris,
bendahara, koordinator seksi, dan semacamnya), melainkan juga kekuasaan yang
melekat setiap individu, seperti kebebasan usaha untuk “memiliki” untuk
“menikmati” untuk nafsu “mengatur”.