Pages

Sabtu, 02 Februari 2013

Orang Beriman Mengawal Kekuasaan Allah



Orang Beriman
Mengawal Kekuasaan Allah


  Menurut Al-Qur’an, kesadaran tentang “kekuasaan” itu tidak dapat di lepaskan dari diri manusia. Dikatakan dalam Al-Qur’an, bahwa sekalipun kedudukan manusia itu ditegaskan sebagai “hamba” (Adz-Dzaariyaat [51]:56), namun manusia dianugerahi pernan sebagai “khalifah” Allah SwT, yaitu sebagai wakil atau pengemban amanah Allah SwT  di planet bumi yang satu-satunya ini (Al-Baqarah [2]: 30).

  Oleh karena itutidak mengherankan kalau manusia memiliki naluri mengejar, ingin memiliki, dan ingin menikmati “kekuasaan” di atas planet bumi ini ketika mereka masih hidup. Sungguh pun manusia dianugerahi Allah SwT naluri inginberkuasa di atas, namun hakikat dan operasionalisasi kekuasaan yang dianugerahkan tersebut perlu di pahami dan di saari sepenuhnya oleh manusia. Sebab, kalau tidak demikian, justru kekuasaan yang ingin dikejarnya, dimilikinya, dan dinikmatinya itu akan menyerang balik kepada dirinya sendiri yang sifatnya kontra produktif. Misalnya jatuh dari kursi kekuasaan dalam keadaan malu atau terhina, akan menjadi cacat hidup selama-lamanya, akan menjadi pemusnah manusia, akan membuat penderitaan tak terperikan bagi berjuta-juta manusia yang lain, dan bahkan menjadi penyebab rusaknya linkungan hidup dan keseimbangan di planet bumi yang sekali lagi, satu-satunya ini. Ungkapan tersebut dapat dibuktikan kalau orang mau membuka lembaran-lembaran catatan sejarah yang telah dipublikasikan selama ini.


  Apa hakikat “kekuasaan” yang dianugerahkan Allah SwT kepada manusia itu? Kekuasaan yang dimiliki manusia adalah kekuasaan yang diwakilkan oleh Allah SwT yang dalam kekuasaan tersebut dipenuhi rasa tanggung jawab yang sangat berat yang meliputi wajib memakmurkan kehidupan di planet bumi, menjaga hukum-hukum keseimbangan alam (Ar-Rahman [55]: 7-9).

  Perlu ditegaskan di sini, yang dimaksud “kekuasaan” di sini bukan sekedar kekuasaan karena sistem aturan politik (seperti kekuasaan yang melekat pada jabatan selaku presiden, Mahkamah Agung, Dewan Perwakila Rakyat, dan semacamnya), organisasi ekonomi (seperti selaku komisaris, Direktur, dan semacamnya), organisasi militer (seperti selaku panglima, komandan pleton, dan semacamnya), organisasi sosial pada umumnya (seperti ketua, sekretaris, bendahara, koordinator seksi, dan semacamnya), melainkan juga kekuasaan yang melekat setiap individu, seperti kebebasan usaha untuk “memiliki” untuk “menikmati” untuk nafsu “mengatur”.

0 komentar:

Posting Komentar